,

Bolehkah Sekutu Firma Berbisnis dengan Firmanya Sendiri?

Pendahuluan

Dalam dunia hukum bisnis Indonesia, bentuk usaha firma sering digunakan oleh pelaku usaha profesional seperti konsultan, akuntan, atau pengacara. Firma dibangun atas dasar kepercayaan dan kerja sama antar sekutu (partners) untuk menjalankan kegiatan usaha bersama di bawah satu nama.
Namun, muncul pertanyaan etis sekaligus yuridis: apakah sekutu dalam firma boleh menjalankan bisnis pribadi yang melibatkan firmanya sendiri sebagai pihak transaksi?

Pertanyaan ini penting karena menyentuh konflik kepentingan dan tanggung jawab hukum yang dapat timbul antara kepentingan pribadi sekutu dan kepentingan kolektif firma. Untuk menjawabnya, kita perlu menelaah konsep dasar firma, hubungan hukum antar sekutu, dan prinsip kejujuran dalam hukum perdata.


1. Konsep Firma dan Dasar Hukumnya

Firma merupakan bentuk persekutuan perdata yang menjalankan kegiatan usaha di bawah satu nama bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Berbeda dengan Perseroan Terbatas (PT) yang berbadan hukum, firma bukan badan hukum. Artinya, tanggung jawab hukum para sekutu bersifat pribadi dan tidak terbatas. Bila firma memiliki utang, maka para sekutu wajib menanggungnya sampai harta pribadi.

Setiap sekutu dalam firma memiliki dua fungsi utama:

  • Sebagai pemilik modal (investor dalam persekutuan);
  • Sebagai pengelola usaha (pengurus yang menjalankan kegiatan operasional).

Karena tanggung jawabnya menyatu, hubungan antar sekutu didasarkan pada asas kepercayaan (fiduciary duty) dan itikad baik (good faith) sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang menegaskan bahwa:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”


2. Hubungan Hukum antara Sekutu dan Firma

Dalam firma, tidak ada pemisahan yang tegas antara entitas firma dan para sekutunya. Firma bisa bertindak keluar sebagai subjek hukum (misalnya membuat perjanjian dengan pihak ketiga), namun tanggung jawab tetap melekat pada sekutu.

Artinya, setiap keputusan bisnis yang diambil oleh seorang sekutu mewakili kepentingan seluruh sekutu. Oleh sebab itu, setiap tindakan yang berpotensi menciptakan benturan kepentingan (conflict of interest) harus mendapat persetujuan dari seluruh sekutu lain.


3. Apakah Sekutu Boleh Berbisnis dengan Firmanya Sendiri?

Secara prinsip hukum, boleh, tetapi dengan syarat-syarat ketat.
Tidak ada larangan eksplisit dalam KUHD yang melarang sekutu aktif melakukan transaksi bisnis dengan firmanya sendiri, selama tindakan tersebut tidak bertentangan dengan perjanjian persekutuan dan disetujui oleh para sekutu lain.

Hal ini sejalan dengan Pasal 20 KUHD, yang menegaskan bahwa pengaturan kegiatan sekutu dalam persekutuan harus tunduk pada kesepakatan bersama dan prinsip kejujuran dalam menjalankan perusahaan.
Dengan kata lain:

  • Jika perjanjian dasar (akta pendirian firma) memungkinkan sekutu melakukan transaksi pribadi dengan firma, maka hal tersebut sah secara hukum.
  • Namun, jika tidak ada pengaturan atau dilarang secara tegas, maka tindakan itu berpotensi dianggap melanggar perjanjian persekutuan.

Dalam praktiknya, hubungan bisnis seperti ini perlu dilandasi oleh transparansi, persetujuan tertulis, serta pemisahan kepentingan yang jelas agar tidak menimbulkan kerugian bagi firma maupun sekutu lainnya.


4. Risiko Hukum dan Etika

Walaupun dimungkinkan secara hukum, sekutu yang berbisnis dengan firmanya sendiri menghadapi sejumlah risiko hukum dan moral:

  1. Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)
    Jika sekutu memanfaatkan posisinya untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan firma, maka dapat dianggap sebagai pelanggaran perjanjian dan etika bisnis.
  2. Pelanggaran Itikad Baik
    Pasal 1338 KUH Perdata mewajibkan semua perjanjian dijalankan dengan itikad baik. Apabila sekutu bertindak tidak jujur atau menyembunyikan transaksi dari sekutu lainnya, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum perdata.
  3. Kerugian Finansial dan Reputasi Firma
    Transaksi yang tidak transparan berpotensi merugikan keuangan firma dan menurunkan kepercayaan antar sekutu. Ini bisa berujung pada pembubaran firma atau gugatan ganti rugi.
  4. Potensi Sengketa Internal
    Bila tidak ada kejelasan batas kewenangan, sekutu lain dapat menuntut pembatalan transaksi atau bahkan meminta pemutusan hubungan persekutuan.

5. Pembedaan Sekutu Aktif dan Sekutu Pasif

Untuk memahami lebih jauh, penting membedakan dua jenis sekutu:

  • Sekutu Aktif: Mengelola dan bertanggung jawab langsung atas kegiatan usaha firma.
    Sekutu aktif dapat berbisnis dengan firma apabila ada izin dari seluruh sekutu lain dan tidak ada pelanggaran terhadap akta persekutuan.
  • Sekutu Pasif: Hanya menanamkan modal tanpa ikut mengelola.
    Sekutu pasif tidak diperkenankan melakukan transaksi bisnis langsung dengan firma, karena tidak memiliki kewenangan pengurusan.

Dengan demikian, hanya sekutu aktif yang memiliki ruang hukum untuk berinteraksi secara bisnis dengan firmanya sendiri — itu pun harus tetap menjaga integritas, kejujuran, dan keterbukaan.


6. Prinsip Keterbukaan dan Kejujuran

Hukum perdata menekankan pentingnya asas itikad baik dan keterbukaan dalam menjalankan persekutuan. Setiap keputusan yang berpotensi menimbulkan dampak keuangan bagi firma harus dikomunikasikan secara terbuka.
Misalnya:

  • Memberitahukan nilai transaksi;
  • Menyepakati pembagian keuntungan secara adil;
  • Menetapkan mekanisme pengawasan bersama.

Langkah-langkah tersebut tidak hanya menjaga profesionalitas, tetapi juga melindungi firma dari potensi gugatan internal.


7. Implikasi Hukum

Apabila sekutu melakukan kegiatan bisnis dengan firmanya sendiri tanpa persetujuan sekutu lainnya dan terbukti merugikan firma, maka sekutu tersebut dapat:

  • Diminta mengganti kerugian (Pasal 1365 KUH Perdata);
  • Dicabut kewenangan pengurusannya;
  • Bahkan dikeluarkan dari persekutuan sesuai ketentuan akta firma.

Selain itu, tindakan tersebut dapat menimbulkan tanggung jawab pribadi yang tidak terbatas karena firma tidak memiliki status badan hukum.


8. Kesimpulan

Secara hukum, sekutu firma diperbolehkan berbisnis dengan firmanya sendiri, asalkan memenuhi beberapa ketentuan berikut:

  1. Tindakan tersebut diatur dan disetujui dalam akta persekutuan;
  2. Didasarkan pada prinsip transparansi, itikad baik, dan kejujuran;
  3. Tidak menimbulkan kerugian atau benturan kepentingan dengan kepentingan sekutu lainnya.

Firma adalah wadah kerja sama berbasis kepercayaan. Karena itu, setiap sekutu harus menjaga moralitas bisnis dan profesionalitas hukum agar persekutuan berjalan harmonis dan tidak berujung pada sengketa internal.


Penutup

Hubungan antara sekutu dan firma menuntut keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika Anda saat ini merupakan sekutu aktif dalam firma dan ingin melakukan transaksi bisnis dengan entitas firma Anda sendiri, pastikan langkah tersebut memiliki dasar hukum yang kuat dan didukung dokumen legal yang sah.

Untuk membantu memastikan kepatuhan hukum dan penyusunan perjanjian persekutuan yang tepat, Jhon LBFLawFirm menyediakan layanan konsultasi hukum bisnis dan pendirian badan usaha profesional.
Konsultasikan kebutuhan hukum firma, CV, maupun PT Anda melalui tim kami yang berpengalaman agar setiap keputusan bisnis terlindungi secara hukum dan etis.

Share this post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

HIVE FIVE

PROMO

Testimoni

Virtual Office

LIHAT LOKASI-LOKASI KANTOR VIRTUAL OFFICE