Pertanyaan seperti “Apakah yayasan boleh mencari laba?” sering kali muncul di tengah masyarakat, terutama bagi mereka yang ingin mendirikan yayasan namun juga memiliki kebutuhan pembiayaan yang berkelanjutan. Yayasan memang dikenal sebagai entitas nirlaba, tetapi bagaimana sebenarnya ketentuan hukumnya jika yayasan menjalankan kegiatan yang menghasilkan keuntungan?
Dalam artikel ini, Hive Five akan mengupas tuntas aspek hukum terkait kegiatan usaha dan potensi perolehan laba oleh yayasan, serta batasan yang perlu diperhatikan.
Dasar Hukum
Ketentuan hukum mengenai yayasan dan kegiatannya diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.
c. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Yayasan.
Pengertian Yayasan dan Prinsip Nirlaba
Yayasan adalah badan hukum yang didirikan untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, serta tidak memiliki anggota. Berbeda dengan perseroan terbatas yang berorientasi pada profit, yayasan berlandaskan prinsip nirlaba, yaitu tidak bertujuan mencari keuntungan untuk dibagikan kepada pendirinya, pengurus, atau pihak manapun yang memiliki kepentingan pribadi.
Namun, apakah ini berarti yayasan sepenuhnya dilarang menjalankan kegiatan usaha? Jawabannya tidak sepenuhnya demikian, karena hukum Indonesia memberikan ruang terbatas bagi yayasan untuk memperoleh penghasilan.
Bolehkah Yayasan Mencari Laba?
Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang No. 28 Tahun 2004:
“Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha sepanjang kegiatan tersebut dilakukan melalui badan usaha yang didirikan untuk mendukung pencapaian maksud dan tujuan Yayasan serta tidak dimaksudkan untuk membagi hasil kepada pembina, pengurus, dan pengawas.”
Artinya, yayasan boleh memperoleh laba, namun harus melalui badan usaha terpisah, dan hasilnya tidak boleh dibagikan kepada pembina/pengurus, melainkan digunakan sepenuhnya untuk mendukung kegiatan sosial, keagamaan, atau kemanusiaan yang menjadi tujuan utama yayasan.
Contoh Praktik
a. Yayasan pendidikan mendirikan PT jasa percetakan buku untuk menunjang kegiatan belajar.
b. Yayasan kesehatan mendirikan apotek sebagai unit usaha yang mendukung pembiayaan operasional klinik gratis.
c. Yayasan keagamaan mengelola kegiatan pelatihan keahlian dengan iuran peserta yang dikembalikan dalam bentuk beasiswa.
Batasan Penting
1. Tidak Boleh Dibagikan : Laba dari unit usaha tidak boleh dibagikan dalam bentuk dividen kepada pendiri, pengurus, pembina, atau pihak terkait lainnya.
2. Harus Tertulis dalam Anggaran Dasar : Rencana pembentukan badan usaha dan alokasi hasil usaha harus dimuat secara jelas dalam Anggaran Dasar (AD) yayasan.
3. Harus Sesuai Tujuan Yayasan : Kegiatan usaha yang dijalankan harus mendukung pencapaian tujuan yayasan, bukan sekadar kegiatan komersial biasa.
4. Pelaporan Keuangan Wajib Transparan : Yayasan wajib membuat laporan keuangan tahunan yang dapat diaudit dan diumumkan kepada publik sesuai ketentuan Pasal 52 UU Yayasan.
Penutup
Jadi, secara hukum, yayasan boleh memiliki kegiatan usaha dan memperoleh laba, selama kegiatan tersebut dilakukan melalui badan usaha tersendiri dan keuntungannya tidak dibagikan, melainkan digunakan untuk mencapai tujuan sosial, kemanusiaan, atau keagamaan yayasan.
Jika Anda berencana mendirikan yayasan dengan unit usaha penunjang, penting untuk memastikan struktur hukum dan perizinannya benar sejak awal.
Hive Five siap membantu Anda dalam pendirian yayasan, pendirian PT pendukung, serta penyusunan anggaran dasar dan pelaporan legalitas lainnya.
Referensi Hukum
a. Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
b. Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Yayasan.
c. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008.
d. Permenkumham RI No. 2 Tahun 2016.
e. Situs AHU Online – https://ahu.go.id.